melayang

melayang

Minggu, 06 November 2011

Segara Rupek Selat Bali Yoga Semadi Dang Hyang Sidhimantra Leluhur Orang Bali


Segara Rupek berada di ujung Barat Pulau Bali yaitu di Selat Bali. Dari sinilah sesungguhnya jarak terdekat antara Bali dan Tanah Jawa yang berada disebelah Baratnya. Ujung Barat daratan Bali tampak jelas diseberang dengan lokasi terkait diujung Timur tanah Jawa yang dinamakan Batu Dodol di Wilayah Banyuwangi Jawa Timur.

Kisah tentang pemisahan Bali dengan Jawa, sehingga Bali menjadi satu pulau yang utuh, ceritanya adalah:

Prasasti Pasek Berjo Selunglung menyuratkan bahwa Segara Rupek terbentuk setelah Dang Hyang Sidhimantra beryoga semadi memohon keselamatan seisi jagat termasuk untuk keselamatan putra tunggalnya yang bernama Manik Angkeran, yang dipersembahkan sebagai pengayah atau pekerja pembantu kepada Ida Betara Sanghyang Naga Basuki di Besakih, Bali.

Dalam Yoga Semadi kehadapan Sanghyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni sebagai Penguasa Samudra Raya, Dang Hyang Sidhimantra dititahkan supaya mengoreskan tongkat tiga kali ketanah, tepat di jalan ceking atau ruas jalan yang paling sempit. Akibat goresan tongkat tersebut, air laut terguncang, bergerak membelah bumi. Maka daratan tanah Bali dan Tanah Jawa yang satu itu pun terpisah oleh lautan. Jawa dan Bali pun terpisah, jadilah Segara Rupek atau Lautan Sempit yang kini dinamakan Selat Bali.

Dang Hyang Sidhimantra Keturunan Sapta Rsi

Sapta Rsi atau Tujuh Pandhita, adalah leluhur orang Bali dari kelompok Warga Pasek Sanak Pitu. Ke tujuh Resi yang menurunkan Pasek Sanak Pitu adalah : Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu Widnyana, Mpu Witadharma, Mpu Ragarunting, Mpu Prateka dan Mpu Dangka. Ke tujuh pandhita ini adalah putra-putra dari Mpu Agni Jaya yang berasrama di Gunung Lempuyang. Sebelumnya beliau bergelar Sang Brahmana Pandhita. Beliau besaudara lima, yaitu Sang Brahmana Pandhita sendiri, Mpu Semeru yang berasrama di Besakih, Mpu Gana di Gelgel, Mpu Kuturan di Silayukti dan Mpu Bradah di Kahuripan. Kelima Pandhita tersebut diatas disebut Panca Tritha. Kelima Pandhita itu adalah putra-putra Bhatara Hyang Agni Jaya yang beristhana di Gunung Lempuyang.

Sedangkan Bhatara Agni Jaya adalah putra dari Sanghyang Pasupati, yaitu Ida Hyang Widhi, yang bersthana di Gunung Mahameru India. Bhatara Hyang Agni Jaya adalah termasuk Asta Dewata, yang dianggap sebagai putra-putra Hyang Pasupati. Asta Dewata itu adalah :1.Bhatara Mahadewa bersthana di Gunung Agung, 2.Bhatara Hyang Putra Jaya juga bersthana di Gunung Agung, 3. Bhatara Danuh di Ulun Danu Batur, 4. Bhatara Hyang Agni Jaya sendiri bersthana di gunung Lempuyang, 5. Bhatara Tumuwuh bersthana di Gunung Batukaru, 6. Bhatara Manik Gumayang bersthana di Pejeng, 7. Bhatara Manik Galang bersthana di Pejeng, 8. Bhatara Hyang Tugu di Bukit Andakasa.

Tampak sekali dalam uraian diatas, bahwa setelah Panca Pandhita keatas lalu dihubungkan dengan Dewa-dewa manifestasinya Tuhan (Asta Dewata). Hal ini membuktikan bahwa leluhur diatas itu tidak dapat dilacak lagi. Namun kendati pun demikian, pengkaitan dengan asta dewata lalu kepada Hyang Pasupati yang bersthana di Gunung Mahameru, adalah merupakan petunjuk bahwa leluhur Panca Tirtha itu adalah berasal dari para Brahmana India, dari sekte keagamaan Siva (mazab Siva). Dan Pandhita-pandhita yang datang ke Indonesia dari India itu adalah dari Garis Perguruan (Pasramaan) Maharkandya dan Agastya. Boleh jadi Panca Pandhita itu leluhurnya adalah garis perguruan Agastya, sebagai pusat pengajaran mazab Siva.

Panca Pandita itu, konon mereka berguru ke India setelah selesai pendidikannya dan setelah didiksa mereka kembali ke Indonesia. Di Jawa mula-mula mereka mengajarkan agamanya. Kemudian setelah Mahendradatta kawin ke Bali, empat dari lima saudara itu pun ikut turun ke Bali untuk mengajarkan Agama Hindu. Berturut-turut datang ke Bali :

1. Mpu Semeru. Beliau adalah pemeluk sekte Siva, beliau datang ke Bali tahun 999 Masehi, beliau membuat pasraman di Besakih.

2. Mpu Ghana, penganut aliran Ghanapatya (sub sekte Siva). Beliau sampai di Bali pada tahun 1000 Masehi. Beliau mendirikan Pasraman di Gelgel.

3. Mpu Kuturan pengikut sekte Tantrayana (sumber lain mengatakan Buddha Mahayana). Beliau datang ke Bali pada tahun 991 Masehi. Di Bali beliau menjadi Brahmarsi dengan berasrama di Silayukti Padang.

4. Mpu Gni Jaya. Beliau ke Bali tahun 1006 Masehi. Beliau berparahyangan di Gunung Lempuyang. Beliau adalah penganut Sekte Brahmanisme. Di tempat bekas Pasraman beliau sekarang telah berdiri sebuah pura Lempuyang Madia.

Mpu Bradah tidak ikut ke Bali. Beliau menetap di Jawa, mendampingi Prabhu Airlangga.Di Bali Mpu Agni Jayalah yang menjadi leluhur langsung Warga Pasek Sanak Pitu, melalui putra-putra beliau Sanak Sapta Rsi.

Mpu Bradah adalah saudara terkecil dari lima Rsi. Beliau tinggal di Jawa menjadi Bhagawannya Prabhu Airlangga. Beliau berasrama di Lemah Tulis, Pejarakan Jawa Timur. Beliau adalah pengikut Buddha Mahayana, sekte Bajrayana.

Mpu Bradah berputra dua orang, yaitu : Mpu Siwagandhu, dan Mpu Bahula. Mpu Bahula kawin dengan Ratnamanggali putri Mpu Kuturan dengan Rangdeng Girah, menurunkan Mpu Wira Angsokanatha, yang bergelar Mpu Tantular.

Mpu Tantular berputra 4 orang, yaitu : 1 Mpu Siddhimantra, 2. Mpu Panawasikan, 3. Mpu Smaranatha dan 4. Danghyang Kepakisan. Rupa-rupanya ke empat Mpu ini telah lahir pada jaman Singosari. Dan Mpu Tantular betul-betul umurnya sangat panjang. Mungkin mencapai seratus tahun lebih.

Dalam garis keturunan ini Mpu Sidhimantra hanya berputra seorang, yaitu Wang Bang Manik Angkeran. Ketika mudanya Manik Angkeran gemar berjudi sabungan ayam. Oleh karena itu ia diasramakan di Besakih untuk menghamba Hyang Besuki yang berwujud Naga. Ia pun mengambil genta ayahnya. Lalu di rapalkan Veda Nagastawa. Maka keluarlah Hyang Besuki. Pada puncak ekornya terdapat manik yang sangat gemerlapan, Wang Bang Manik Angkeran yang bebotoh, tergiur hatinya ingin memiliki manik itu, yang nantinya akan dijual. Maka dipotonglah ekor Naga Basuki itu. Hyang Basuki pun menjadi marah, lalu tubuh Wang Bang Manik Angkeran dijilatnya. Seketika Wang Bang Manik Angkeran menjadi abu. Hal ini segera diketahui oleh ayahnya. Mpu Sidhimantra dengan kesidiannya dapat menyambung ekor naga Basuki itu. Dan Wang Bang Manik Angkeran pun dihidupkan kembali. Akhirnya Manik Angkeran pun bertobat. Sejak itu Manik Angkeran berhenti berjudi, lalu menekuni bidang agama. Kemudian ia mediksa atau disucikan menjadi Mpu dengan gelar Danghyang Manik Angkeran. Beliau beristri dua. Seorang Widyadari dan seorang lagi dari warga biasa.

Keturunan Wang Bang Manik Angkeran sekarang tersebar di Bali, adalah generasi penerus Dang Hyang Sidhimantra pencipta Segara Rupek Selat Bali. Secara sosiologi pemisahan Bali-Jawa di Segara Rupek dimaksudkan oleh Dang Hyang Sidhimantra justru guna memproteksi kesucian Bali dari ancaman migrasi penduduk berlebihan, disamping untuk menekan angka tindak kriminal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar